Hijaber Cilik

Bagi muslimah mengenakan jilbab adalah sebuah kewajiban. Saya sangat menyesal terlambat mengenakan jilbab. Beberapa tahun setelah baligh dan menjadi mukallaf tidak melaksanakan kewajiban ini. Alangkah malu dan sedihnya jika mengingat itu semua. Dulu saya tidak paham jika mengenakan jilbab hukumnya wajib, saya pikir hanya budaya Arab. Pemahaman itulah yang berkembang di lingkungan tempat saya tinggal, termasuk orangtua.

Ketika duduk di bangku SMA, saya berkenalan dengan seorang muslimah yang mengenakan jilbab. Darinya saya akhirnya tahu kalau jilbab itu wajib. Maka saya pun langsung memutuskan untuk mengenakan jilbab, sayang ditentang orangtua. Mereka tidak mengijinkan saya berjilbab. Saya pun pasrah dengan hati dirundung gundah. Setiap bertemu dengan muslimah berhijab, saya suka mengamati dengan saksama, saya ingin sekali seperti mereka. Saya pun senantiasa berdoa, memohon kepada Allah Swt. agar diberi kemudahan untuk berhijab. Alhamdulillah, akhirnya keinginan ini pun terwujud. Saya mendapat kesempatan untuk kliah di perguruan tinggi negri, yang mana lingkungannya sangat Islami. Orangtua pun tidak lagi menaghalangi niat saya untuk berjilbab karena memang lingkungan kampus yang Islami.

Pengalaman saya berhijab ini memotivasi saya untuk memperkenalkan jilbab pada anak perempuan saya sedini mungkin. Sejak masih bayi jika bepergian mereka selalu memakai jilbab. Sehingga mereka terbiasa dan tidak kegerahan. Walaupun cuaca panas, mereka tetap kuat.

Ada pengalaman lucu dan sangat berkesan yang dialami putri kedua saya. Pada suatu hari, Qonita, putri kedua saya demam tinggi. Saat itu usianya baru dua tahun. Saya pun membawanya ke klinik. Sesampainya di klinik dokter langsung memeriksa. Ternyata suhu badan Qonita sampai 40 derajat. Perawat menyuruh saya melepas jilbab Qonita. Saya pun langsung mengikuti perintah perawat. Namun, apa yang terjadi? Qonita histeris dan meronta sambil memegangi kepalanya. Ia tidak mau melepas jilbabnya. Saya berusaha membujuknya tapi gagal. Akhirnya perawat menyuruh saya membawa Qonita ke kamar perawatan dan hanya kami berdua yang masuk. Qonita pun mau melepas jilbabnya. Saya lalu mengompres keningnya. Kemudian perawat perempuan memberi obat penurun panas sambil senym-senyum dan mengelus kepala mungil Qonita.

Saya pun terharu dengan sikap Qonita. Walaupun dalam kondisi sakit dan usia masih sangat kecil tetap tidak mau melepas jilbabnya di depan orang lain. Hati saya pun basah seketika. Saya pun merapal doa untuknya, semoga Qonita menjadi muslimah yang istiqomah menjalankan syariat agama.

Kejadian lucu lainnya terjadi ketika saya membawa dua putri saya jalan-jalan. Saat itu kami tinggal di Malaysia dan kami bermukim di dalam lingkungan kampus. Di kampus tersebut banyak pelajar berasal dari timur tengah. Ketika kami sedang berjalan di trotoar, tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara orang berteriak. Spontan kami menoleh dan menepi. Ternyata, ada seorang pelajar berwajah Arab yang mendongakkan kepalanya keluar jendela mobil sambil bertakbir. Dia mengacungkan jempolnya dan memuji putri-putri kami yang berjilbab. Kami pun tersenyum dan membalas lambaian tangannya. Penampilan kedua putri saya sering menarik perhatian pelajar timur tengah, karena di negaranya anak-anak tidak biasa menggunakan jilbab. Sehingga  mereka sangat terkesan dengan putri kami. Kemudian ada juga dari mereka yang memesan jilbab anak dari Indonesia kepada saya. Saya tidak menyangka ternyata gadis kecil kami menjadi duta hijab Indonesia hehe.