Menjadi Ibu Rumah Tangga Bukan Akhir Segalanya

Pekerjaan di rumah tidak akan ada habisnya, dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi pekerjaan tidak selesai-selesai. Terkadang badan terasa ringsek, mengurus sendiri empat buah hati tanpa kehadiran pembantu rumah tangga memang cukup melelahkan.

            Rasa lelah akan memudar dan berganti rasa bahagia ketika menyaksikan anak-anak tumbuh sehat dan cerdas. Sebagai ibu full time bisa menyaksikan perkembangan mereka setiap detik, menyaksikan tangis dan tawa setiap saat. Sangat mengharukan menjadi orang pertama yang mendengar celotehnya, melihat langkah-langkah pertamanya. Momen-momen seperti itu tidak bisa tergantikan dengan apapun termasuk karier dan penghasilan.

 Saya sangat yakin ibu adalah guru yang utama bagi anak-anaknya. Pelajaran pertama yang didapat sang anak bersumber dari ibunya. Sejak si sulung lahir saya bertekad ingin mendidiknya sendiri. Sebelum masuk sekolah TK Alhamdulillah anak-anak sudah bisa membaca latin dan membaca Al Qur’an. Saya mengajarinya sendiri tanpa bantuan orang lain, karena merasa sudah kewajiban seorang ibu. Setiap mulut mungil mereka membaca kalam Illahi bergetar hati saya, inilah yang akan menyejukan di alam kubur nanti. Saya sangat bersyukur bisa menjadi ibu rumah tangga seutuhnya.

Ketika dulu saya memutuskan berhenti bekerja selepas menikah, banyak yang meragukan. Karena saya dikenal “jarum super” alias jarang di rumah suka pergi. Selain bekerja sebagai guru di beberapa sekolah, saya pun aktif di beberapa organisasi. Jadilah hari-hari penuh aktifitas. Dalam bayangan mereka pasti saya akan suntuk terkurung di dalam rumah. Saya tidak memungkiri pasti rasa jenuh itu kadang datang. Namun saya punya jurus jitu untuk menghindari kebosanan dan lebih untuk menggali potensi yang dimiliki, yaitu dengan tetap aktif berorganisasi.

Menjadi ibu rumah tangga bukan halangan untuk tetap punya aktifitas sosial. Peran sebagai istri dan ibu di rumah bisa bersinergi dengan kegiatan sosial.  Paling penting adalah harus pandai-pandai mengatur waktu. Sehingga pekerjaan di rumah tidak terbengkalai. Dengan berorganisasi kepedulian dan kemampuan kita terus ditempa. Berkumpul dengan ibu-ibu yang lain akan menambah ilmu dan wawasan terutama dalam hal mendidik anak.

 Saya dan teman-teman pernah mendirikan LSM perempuan yang bertujuan memberikan pembinaan rohani dan ekonomi bagi para pedagang dan petani. Hampir setiap hari saya harus keluar rumah dengan membawa sang buah hati tentunya. Selain mengadakan kegiatan pembinaan rutin, kami pun mengadakan acara-acara besar seperti seminar, pelatihan, bahkan pernah membuat acara di stasiun televisi lokal.

Tatkala kami sekeluarga hijrah ke Malaysia, aktifitas sosial tidak berhenti. Di negeri jiran ini saya bergabung dengan LSM pembinaan TKI yaitu Ikatan keluarga muslim Indonesia (IKMI). Kegiatan disini lebih menantang lagi, karena kita membina para pahlawan devisa. Selama ini saya hanya mendengar kisah mereka dari berita-berita, sekarang bisa berinteraksi langsung.

Dua kali dalam sebulan saya dan suami mendapat tugas mengisi ceramah di kebun nanas. Di sana tinggal sekitar 1000 TKI asal Indonesia, yang bermukim dalam satu kawasan. Jarak yang harus kami tempuh sekitar 60 Km, setelah melalui jalan tol harus melewati hutan sawit yang gelap. Jalannya masih berupa tanah sehingga kalau hujan menjadi sangat licin. Diperlukan waktu satu jam untuk bisa sampai kesana. Anak-anak semuanya diangkut, seringnya mereka tertidur di dalam mobil yang penuh sesak. Para pekerja bisa berkumpul di malam hari karena siangnya mereka bekerja di kebun, acara baru selesai setelah larut malam dan kami sampai di rumah pukul satu malam.

Kami selau merindukan untuk berkumpul dengan mereka, walaupun untuk sampai kesana harus melalui perjuangan cukup berat. Semangat mereka untuk mencari ilmu dalam kondisi kelelahan setelah bekerja adalah suntikan semangat bagi kami.

Mengikuti kegiatan sosial membuat hidup lebih berwarna dan punya nilai manfaat lebih. Terkadang bisa juga manjadi therapy masalah, ketika kita mau berbagi dengan orang lain maka masalah yang dihadapi terasa lebih ringan. Secara tidak langsung menjadi proses pendidikan juga bagi anak-anak. Mereka mengikuti semua kegiatan saya tanpa rasa lelah, bahkan menikmatinya dengan penuh keriangan.

“ Kenapa kita harus pergi jauh-jauh ke tempat itu ? “ Tanya si sulung suatu hari ketika kami berkemas mau ke ladang nanas.

“ Karena disana ada saudara-saudara kita yang sudah menunggu, kita mau belajar bersama. Teteh senangkan? “ . Saya berusaha memberi gambaran bahwa kegiatan yang dijalani adalah menyenangkan buat semua.

Terkadang anak-anak suka bertanya-tanya kalau Sabtu Minggu kami tidak pergi kemana-mana. “ Kenapa Kita tidak pergi-pergi ? “ pertanyaan yang sering dilontarkan anak-anak ketika kami tidak ada kegiatan.

Melalui kegiatan organisasi sosial ini juga, kemampuan mengajar yang saya dapatkan di bangku kuliah masih bisa disalurkan. Dengan cara mengisi training, seminar dan lain-lain. Sehingga ilmu yang sudah didapat tidak mengendap begitu saja.

Selain aktif berorganisasi, saya pun membuka usaha kecil-kecilan. Usaha sampingan yang ternyata bisa diandalkan ketika kondisi ekonomi terjepit. Saya hoby berjualan dan hoby itu terus dipertahankan hingga kini. Dengan membuka usaha di rumah saya bisa mendapat penghasilan tambahan tanpa meninggalkan anak-anak. Dan sekali lagi kegiatan ini pun menjadi sarana pendidikan bagi buah hati saya. Mereka membantu menghitung barang yang baru datang, menempelkan bandrol harga atau sekedar merapikan pelastiknya. Bahkan si sulung sangat senang kalau diberi kepercayaan jualan di bazaar, dia pun diberi upah dari hasil penjualan.

Masih ada satu lagi hoby yang masih bisa dijalani ditengah-tengah kesibukan mengurus rumah, yaitu hoby menulis. Memanfaatkan waktu luang yang sempit sambil mengasuh anak saya masih bisa menulis. Walaupun sampai sekarang belum lahir karya monumental tapi saya yakin suatu hari nanti pasti bisa. Baru beberapa tulisan yang dimuat di majalah ibu kota dan masuk dalam buku antologi. Alhamdulillah saat ini sudah terbit beberapa buku solo.

Sekali lagi ingin saya sampaikan menjadi ibu rumah tangga adalah menyenangkan. Anugrah yang tidak ternilai, peluang untuk mendapatkan tiket ke syurga. Dan sekali lagi kita pun masih bisa eksis dengan menjadi diri kita sendiri tanpa harus menanggalkan atribut ibu rumah tangga. Kita bisa berkaca pada para pendahulu kita yang ikut menorehkan tinta emas dalam peradaban manusia yang mengharumkan namanya hingga saat ini.

Kaum ibu mari bangkit! Kita raih cita yang tertunda, kita gapai mimpi yang belum terwujud !