Masjid adalah rumah ibadah bagi umat Islam. Pada perkembangannya bangunan masjid berberntuk aneka corak. Corak bangunan masjid dipengaruhi juga oleh budaya dan kondisi alam setempat. Saya sangat ingin anak-anak muslim akrab dengan masjid dan menjadi penghuni masjid. Melalui kisah petualang saya mengajak anak-anak untuk mengenal berbagai macam corak masjid unik yang ada di Indonesia dan dunia. Anak-anak tidak hanya diajak mengagumi keindahan dan keunikan masjid, tapi juga diperkenalkan dengan sejarah Islam.
Buku ini diterbitkan oleh pernerbit ternama, DarMizan.
Ini saya share salah satu cerita yang ada di dalam buku ini.
Masjid Sultan Omar Saifudin Brunei
Alma, Anisa dan Akhyar memandang Ayyash, penuh tanya. Ketiganya penasaran dengan mainan baru yang dimiliki Ayyash. Tadi pagi ketiganya ditelpon sama Ayyash, menceritakan tentang mainan pesawat hadiah dari kakeknya. Kemudian mereka janjian bertemu di lapangan dekat rumah Ayyash.
Ayyash mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya. Sebuah pesawat terbang kecil berwarna merah-putih digenggamnya. Kemudian Ayyash meletakannya di atas rumput. Ayyash memberi intruksi pada ketiga temannya untuk mundur.
“Bismillahirrahnirrahim…,” Ayyash memijit remot control. Seketika pesawat kecil itu berputar. Gerakannya semakin lama semakin kencang. Waw, kini pesawat sudah membesar dengan sempurna.
Alma, Anisa dan Akhyar, kompak melongo. Mata mereka membulat dan mulutnya menganga. Ayyash tersenyum puas melihat reaksi teman-temannya.
“Bagaimana keren kan?” Ayyash tersenyum, bangga.
“Keren banget!” jawab ketiganya, serempak.
“Nah sekarang, kita naik,yuk!” Ayyash berjalan mendekati pintu helikopter.
“Naik? maksudnya, kita terbang?” Akhyar setengah berteriak.
“Yup, kita naik !” Akhyar membuka pintu helikopter. Ketiga sahabatnya masih bengong.
“Yash, emang kamu bisa nyetir?” tanya Alma, ragu.
“Bisa, ayo cepet!”
Ketiganya berpandangan, Akhyar memberi isyarat dengan kepalanya. Mereka pun berlari mendekati helikopter. Alma dan Anisa naik duluan. Keduanya duduk di kursi belakang. Akhyar duduk di samping Ayyash.
“Jangan lupa berdoa dulu.” Ujar Ayyash. Kemudian ia menyalakan mesin helikopter. Deru mesin, membisingkan telinga. Baling-baling berputar. Perlahan helikopter terbang. Dengan mantap, Ayyash memegang kemudi. Ketiga sahabatnya berpegangan. Ketegangan, tampak di wajah mereka.
Helikopter kini sudah terbang tinggi. Berputar mengelilingi kota Jakarta. Lama kelamaan, ketegangan pudar. Semuanya, asyik menikmati pemandangan dari atas.
“Oh ya, bagaimana kalau sekarang kita mulai mengunjungi masjid unik yang ada di luar negeri?” tanya Ayyash. Pandangannya tetap lurus ke depan.
“Ok, gimana kalau yang dekat dulu. Brunei.” Ujar Akhyar. Diaminkan oleh ketiga sahabatnya. Ayyash menambah ketinggian terbang. Laju helikopter pun bertambah.Tak berapa lama, mereka berada di atas pulau-pulau Indonesia.
“Subhanallah, indah banget, itu pulau seribu.” Seru Alma, sambil menunjuk ke bawah.
“Luar biasa, ya, negeri kita sangat kaya.” Timpal Anisa, matanya meneropong ke luar jendela. Helikopter melesat meninggalkan bumi pertiwi.
“Eh, lihat itu ada cahaya kuning dari tengah hutan!” teriak Akhyar, sambil menunjuk ke bawah. Ketiga temannya serempak melihat arah yang ditunjuk Akhyar. Benar saja, di bawah sana ada benda bulat yang bersinar. Ayyash mengurangi laju, perlahan menurun, menuju benda yang di maksud.
“Woi, itu kubah masjid.” Ujar Akhyar. Tampak sebuah kubah masjid berukuran besar bersinar berkilauan.
“Kukira tadi UPO,” celetuk Ayyash. Ia mengedarkan pandangannya. Mencari lapangan untuk landing. Helikopter landing persis di belakang masjid megah. Keempatnya turun. Ayyash memijit remot kembali. Helikopter kembali mengecil.
“Waw, megah banget, ini kan masjid Sultan Umar Saifudin. Kubahnya dari emas murni lho.” Akhyar memandang dengan kagum. Begitu pun yang lainnya.
“Kita masuk, yuk!” Ayyash melangkahkan kakinya menuju gerbang masjid, diikuti ketiga sahabatnya. Tak lama kemudian, terdengar suara adzan yang sangat merdu. Keempatnya bergegas mencari tempat wudlu. Begitu memasuki pelataran masjid. Mereka dibuat kaget, dengan keramik yang berkilauan indah.
Bangunan masjid sangat kokoh. Tingginya sekitar 52 meter. Masjid kebanggaan rakyat Brunei itu terletak di Begawan, ibu kota Brunei. Selesai shalat, Ayyash dan ketiga sahabatnya, berkeliling meliha-lihat masjid. Mereka tidak berhenti berdecak kagum.
Halaman masjid sangat luas. Ditanami aneka macam tumbuhan hias. Di beberapa sisi terdapat kolam plus air mancur. Kolam terbesar berada di halaman depan. Uniknya di kolam ini terdapat replika perahu milik kerajaan Brunei.
Ayyash diikuti yang lainnya berjalan di atas jembatan menuju ke replika perahu. Mereka manaiki perahu. Karena penasaran, mereka masuk ke dalam bunker bagian kiri. Ruangan di dalam tidak terlalu besar. Ada dua kursi panjang berukir indah. Lantainya dilapisi karpet merah yang tebal.
Ayyash dan Akhyar menikmati empuknya kursi. Keduanya tiduran di atas kursi. Sedangkan Alma dan Anisa, menikmati pemandangan kolam melalui lubang kecil. Mengamati masjid dari berbagai sisi sangat menakjubkan.
Beberapa saat kemudian.
“Kita pulang, Yuk!” ajak Alma, sambil berjalan mendekati pintu. Tangannya meraih gerendel untuk membuka pintu.
“Yash, tolong buka, kok susah sih.” Ayyash tergopoh-gopoh mendekati pintu. Tangannya menarik gerendel pintu sekuat tenaga. Namun, pintu tak bergerak sedikit pun. Ayyash mengulangi lagi, menarik dengan sekuat tenaga, tetap nihil.
Akhyar bangkit. Ia keheranan melihat Ayyash kesulitan menarik pintu. “Sini aku coba.” Ayyash minggir. Akhyar yakin, dapat menarik pintu dengan mudah. Namun, pintu tak bergerak sedikit pun. Akhyar terus mencoba. Anisa dan Alma berpandangan. Rasa khawatir menyelusup dalam hati keduanya.
“Nyerah deh…,” Akhyar menjauh dari pintu.
“Masa kita mau terkunci di sini?” seru Anisa.
“Tenang-tenang, kan ada orang di luar, kita teriak saja minta tolong.” Ujar Ayyash, kemudian ia mendekati jendela. Ternyata jendelanya permanen, tidak ada bukaan.
“Kalau gitu, ayo kita teriak!” seru Alma.
“Tolooooong…,” mereka teriak bersamaan, berkali-kali. Sepertinya tak ada seorang pun yang mendengar, walaupun mereka sudah teriak sangat kencang. Semuanya duduk terkulai. Tenggorokan rasanya kering.
“Jangan-jangan, tempat ini kedap suara.” Alma mengedarkan pandangannya. Keempatnya berpandangan. Alma memeluk Anisa.
Ayyash berdiri. Kemudian berjalan mendekati kursi. Dibukanya jok yang menutupi kursi. Berkali-kali dipukul kursi dari kayu jati itu. Kemudian Ayyash menyusuri dinding. Dirabanya perlahan. Tak ada tombol yang dicarinya. Ayyash mengernyitkan dahinya.
“Eh, lihat ini!” Alma mengacungkan sebuah benda berwarna merah. Spontan, Anisa, Ayyash dan Akhyar memandang ke arah Alma.
“Aku menemukan tablet.” Alma berjalan ke arah ketiga sahabatnya. Tangannya menggenggam tablet berwarna merah.
“Itu tablet siapa?” tanya Ayyash, memandang Alma.
“Aku menemukannya di pojok sana, tadi mengeluarkan suara, makanya aku tahu ada benda ini.” Alma menunjukkan tablet penemuannya.
Tit… tit… tit… tablet ditangan Alma berbunyi. Alma mengusap permukaan tablet. Layar tablet menyala. Menunjukkan gambar pintu bunker. LENGKAPI PUZZEL INI. Begitu bunyi perintah yang tertera di tablet. Alma dan teman-temannya saling berpandangan.
“Alma coba sentuh gambar masjid itu!” Ayyash menunjuk gambar masjid yang ada di bawah tulisan. Tret… muncul nama-nama masjid unik. Masjid Badshahi menyala hijau. Alma menyentuhnya. Tret… muncul sebuah bangunan masjid.
Tiba-tiba, tablet bersinar biru. Sebuah kekuatan menarik Alma masuk ke dalam tablet. Anisa berusaha menarik tangan Alma, namun ia pun ikut tertarik. Ayyash dan Akhyar kaget, serempak keduanya mengulurkan tangan mendekati tablet. Sreett, mereka pun tertarik ke dalam tablet ajaib.